ANTARA
OTAK AMERIKA
DENGAN
HATI KA'BAN
Oleh : Nurul
Absor
“Otak boleh Amerika, tapi hati tetap Ka’bah”. Demikian ungkapan salah seorang
tokoh kharismatik ulama' pesantren sebagai motivasi bagi santrinya dalam
menghadapi tantangan zaman. Suatu ungkapan singkat namun mengandung makna yang
mendalam. Pandangan luas menuju masa depan gemilang. Ada apa dengan “Otak Amerika”? Pun
bagaiaman dengan "Hati Ka’bah"?
Diakui atau tidak, Amerika (dan orang-orang Eropa yang
selanjutnya di sebut dengan Orang Barat) dengan kecanggihan tekhnologinya telah
berhasil menguasai media massa
dan arus informasi dunia. Bahkan sepak terjang mereka mampu menguasai sistem,
teknik dan media informasi yang tersebar luas dan menjangkau seluruh belahan dunia.
Keadan yang seperti ini tentu membuktikan betapa mereka tengah menguasai dunia.
Dan hal ini pula menunjukkan betapa mereka lebih tinggi intelektualitasnya
dibandingkan kita. Inilah yang kemudian harus kita kuasai, memiliki
intelektualitas tinggi sehingga mampu menguasai dunia.
Disamping itu, penguasaan tekhnologi dan intelektualitas yang
tinggi tidak serta merta menjadikan kita liberal, sekuler atau apalah segala
bentuk penyimpangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang Barat bahkan
kebutaan mereka terhadap agama. Hati sebagai kontrol setiap perbuatan harus
tetap dalam keimanan yang suci dan keislaman yang sejati berdasarkan al-Qur’an
dan as-Sunah Nabi, berakhlak mulia dengan meneladani Ulama Salaf as-Sholih
sehingga kita tidak hanya mampu berjalan pada garis edar namun juga bisa menemukan pusat orbit sebagai
tujuan utama hidup dalam kehidupan ini.
Inilah yang kemudian disebut dengan “Otak Amerika tapi Hati Ka’bah”.
Namun selanjutnya timbul suatu pertanyaan, sudahkah kita
seperti yang diharapkan ulama tersebut? Memiliki kecerdasan seperti “Otak
Amerika” dan ber”Hati Mulia” layaknya Ka’bah? Atau sebatas Otak Amerika tanpa
Ketulusan Hati? Atau bahkan tidak sama sekali? Otak kosong, hatipu hampa?
Kita lihat dalam Pendidikan Ammiah. Tidak sedikit lulusan SD
yang belum bisa membaca. Jebolan SMP, perkalian hanyalah hal tabu yang sulit
dicerna. Pun begitu di SMA, Fisika adalah mata pelajaran yang membosankan dan
menakutkan. Inikah “Otak Amerika” yang siswa SD-nya saja sudah lebih dari
sekedar penguasaan komputer?
Selanjutnya dalam Pendidikan Diniyah. Berbagai kitab hatam
tanpa mengetahui isinya, berlalu layaknya hembusan angin. Pengamalan dari
berbagai kitab mulai dari Nahwu, Fiqih bahkan Ilmu Akhlah hampa. Akibatnya
moralitas pun menurun, pelanggaran tak terkontrol, santripun tidak mencerminkan
kesantriannya, semuanya rusak, lagi-lagi zaman yang harus disalahkan. Inikah
hati Ka’bah yang sejati dirindukan setiap manusia diseluruh dunia?
Balancing antara otak dan hati merupakan yang sangat urgen, terutama
dalam menjalani kehidupan di zaman yang penuh dengan tantangan ini. Penguasaan
IPTEK adalah tuntutan zaman namun harus tetap dalam kekuatan iman.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantap........!
HapusIjin share kang absor
Top markotop....mantaaap
BalasHapusSangat inspiratif, mantap dapat menggugah para santri n alumni pesantren
BalasHapus