TANTANGAN ZAMAN
DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN
Mengutip kalam
hikmah Sayyidina Ali bin Abi Tholib RA.;
عَلِّمُوْا أَوْلَادَكُمْ
غَيْرَ مَا عُلِّمْتُمْ فَإِنَّهُمْ خُلِقُوْا لِزَمَانٍ غَيْرُ زَمَانِكُمْ
Artinya; “Didiklah anak-anak kalian
dengan selain apa yang telah diajarkan pada kalian, karena mereka tercipta
untuk zaman yang berbeda dengan zaman kalian.”
Atsar ini memberikan
suatu bekal kepada para pemuda sebagai generasi masa depan. Bahwa mereka harus
mampu menghadapi segala keadaan zaman yang dari masa ke masa akan terus
mengalami perubahan, bahkan dengan perubahan yang begitu kompleks, baik dalam
kehidupan keluarga, sosial budaya maupun dalam kehidupan beragama.
Diakui atau
tidak, pemuda sekarang sudah memberikan
banyak kebebasan yang dipengaruhi oleh faktor dari luar dan ini tidak akan
pernah bisa dibendung. Para pemuda senantiasa dipengaruhi oleh perkembangan
IPTEKS (baca: Ilmu, Teknologi dan Seni) dengan akselerasi laju yang luar biasa,
yang menyebabkan terjadinya "ledakan informasi".
Dari sini, jelas bahwa pemuda harus dididik dengan
pendidikan yang mampu menghadapkan mereka pada perubahan yang lebih baik,
mengantarkan mereka menjadi pemuda yang tangguh memegang sendi-sendi agama dan
moral etika Disinilah peran pendidikan sangat menentukan, bahwa pendidikan
adalah satu-satunya penentu nasib dan masa depan mereka.
Namun pada kenyataannya, pendidikan dewasa ini sarat
bermasalah, mulai dari kualitas lulusan, proses pengajaran, metode, guru, sarana, sampai ke
kebijakan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem pendidikan sehingga perlu ada upaya
memperbaikinya. Bukan hanya pendidikan Nasional dalam kepemerintahan, bahkan
sistem pendidikan di beberapa pesantrenpun banyak dipertanyakan hasil
outputnya.
Kenyataan ini mengharuskan adanya suatu
pembaharuan (tajdid) sebagai satu upaya memperbaiki dan menyempurnakan
sistem pendidikan. Selain itu, pembaharuan dalam pendidikan juga diupayakan
agar dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas pendidikan menurut ukurannya.
Ukuran tersebut berupa norma, tujuan yang dicita-citakan, kegunaannya secara
praktis dalam hidup bermasyarakat, nilainya dalam mengembangkan harkat manusia
seutuhnya dan mutu kehidupannya, atau norma-norma lain yang diterima oleh
masyarakat.
Terlepas dari semua ini, kalian
--santri-- harus memperbaharui pribadi sendiri, menggali jati diri dengan
memperbaiki sistem pendidikan dalam hati. Bahwa pendidikan sejatinya
dikembalikan pada masing-masing diri. Instropeksi tanpa harus menunggu orang
lain untuk memperbaiki. Teruslah berjuang, mengkaji ilmu dan menata hati,
berkreasi dengan berbagai inovasi, tanpa harus melanggar aturan dan
undang-undang yang sudah pasti. La Haula Wa La Quwwata Illa Billahil
’Aliyyil ’Adzim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar