KRISIS ADAB
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : Nurul Absor
Bangsa Timur (Asia) dahulu terkenal memiliki peradaban yang sangat
tinggi dan memilki kekuasaan yang meneguhkan sendi-sendinya. Kemudian, jaman
berubah dan terjadilah sesuatu yang menimpa Bangsa Timur itu, sehingga hancur
lebur kemakmuran yang dicapainya dan koyaklah kemajuannya. Demikianlah
Sunnatullah yang ditetapkan kepada orang yang tidak mengamalkan norma-norma sosial
dan kemasyrakatan dan tidak lagi berjalan di atas rel peradaban yang benar.
Dewasa ini,
menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, krisis yang dihadapi dunia pendidikan
pada umumnya adalah krisis adab (At-Takhalli
‘anil ‘adab, loss of adab), bukan krisis tarbiyah atau ta’lim (pendidikan dan pengajaran). Sebab,
kenyataannya pendidikan dan pengajaran telah berlangsung dimana-mana dan
tersebar luas yang hampir merata. Krisis di dunia pendidikan juga bukan krisis
buta huruf, sebab orang yang bisa membaca lebih banyak dari pada yang tidak
bisa membaca. Namun ketika pendidikan yang berlangsung sekian lama dan hampir
merata, ternyata tidak memberikan kemanfaatan yang seharusnya bagi kemajuan bangsa,
jelas ada yang salah dalam proses pendidikan itu. Masalah tersebut adalah
masalah krisis adab. Sehingga untuk mengatasi problem ini diperlukan ta’dib (Peng-adab-an) di samping tarbiyah dan ta’lim.
Adab, menurut
Al-Attas, merupakan representasi dari hikmah ilahiyah, yang dimiliki oleh para
Nabi dan orang sholeh. Adab adalah melakukan sesuatu berdasarkan ilmu yang
proporsional (adil) sesuai dengan ketetapan Allah Swt. Adab ini tidak bisa diperoleh dari
universitas, bahkan adab tidak bisa muncul dengan sendirinya dari pengetahuan.
Sebab, kadang orang memiliki pengetahuan namun tidak memiliki adab.
Dengan minus-nya nilai-nilai adab Islam di
dunia pendidikan, maka tidak heran jika muncul para ilmuan yang tidak beradab. Para ahli ilmu alam justru merusak alam. Para ahli ekonomi malah menyebebkan krisis ekonomi atau
berbuat korupsi. Ahli kimia yang kerjanya membuat senjata nuklir dan pemusnah massal,
yang tentunya tidak memberikan manfaat apapun bagi umat, namun malah
sebaliknya.
Hal demikian
terjadi karena ilmu-ilmu yang di pelajari adalah ilmu yang terpisah dari
nilai-nilai luhur agama, ilmu-ilmu sekuler, sehingga di dalam ilmu itu tidak
terkandung muatan adab Islami. Akhirnya pengaplikasiannya tergantung pada siapa
yang mempelajarinya, dan terserah apa yang mereka kehendaki.
Perusakan
Terencana
Dengan
maraknya pendidikan yang dibangun atas nama (embel-embel) Islam, namun telah
lepas dari framenya. Lembaga yang dibentuk hanya untuk ‘kemakmuran’ dunia
secara materi atau malah kepentingan duniawi saja, alias lembaga yang dibangun
atas dasar pragmatisme. Lembaga pendidkan yang di bangun dengan konsep timpang
dan tidak seimbang, hanya mementingkan aspek duniawi dan mengabaikan ukhrawi,
adalah tidak sesuai dengan konsep dasar Islam. Menggunakan pandangan yang
timpang akan menyebabkan ketimpangan ilmu yang dihasilkan, yang pada gilirannya
akan menyebabkan wabah kerusakan ilmu, kerusakan prinsip dan orientasi hidup,
yang menjerumuskan pada kehancuran peradaban. Inilah yang terjadi dewasa ini
pada kebanyakan lembaga pendidikan.
Secara
empiris, kerusakan ilmu secara merata telah terjadi pada mayoritas perguruan
tinggi di Indonesia.
Kekeliruan konsep ilmu di dunia pendidikan tinggi telah melahirkan kondisi
memprihatinkan. Di perguruan tinggi telah terjadi kebodohan (igronance) terhadap ilmu-ilmu agama.
Berbagai perguruan tinggi telah melahirkan sarjana-sarjana agama yang keliru
ilmunya. Lebih parah lagi, saat pragmatisme dan relativisme telah merasuki
bidang studi Islam, sehingga banyak melahirkan sarjana-sarjana agama yang
jusrtu ragu dengan agamanya sendiri.
Jika kita
telusuri lebih jauh lagi, ternyata konsep ilmu di berbagai perguruan tinggi Islam
yang telah porak-poranda itu merupakan bentuk dari keberhasilan musuh-musuh Islam,
yang telah sekian lama mencoba untuk merusaknya. Ada grand
design yang mereka persiapkan untuk meruntuhkan peradaban Islam yang agung.
Mereka mulai dari perancuan terhadap pandangan hidup, keyakinan dan
konsep-konsep kunci dalam Islam, termasuk perusakan terhadap ilmu-ilmu Islam.
Mereka, Bangsa
Barat menggunakan berbagai macam kendaraan: Werternisasai dan Globalisasi
digunakan sebagai kendaraan untuk menyebarkan budaya, paham-paham dan ideologi
barat. Orientalisme dimanfaatkan untuk membaca pemikiran Islam dari kaca mata
barat, sehingga melahirkan Islam yang berbeda dari dari pemahaman umat Islam
sendiri. Misionarisme dipakai untuk memperluas penerimaan kultur dan
kepercayaan barat. Terakhir, kolonialisme yang merupakan kekuatan strategis
untuk penaklukan dunia Islam yang memanfaatkan orientalisme dan misionarisme
untuk tujuan-tujuan politik ekonomi.
Selanjutnya,
media paling efektif bagi penyebaran teori, konsep dan ideologi yang digencarkan
oleh bangsa barat adalah bangku-bangku kuliah di perguruan tinggi, melalui
mulut-mulut para intelektual, saintis, budayawan dan lain sebagainya. Melalui
berbagai sarana inilah, maka secara teknis, paham, ide, konsep, sistem dan
teori-teori pemikiran barat di sebarkan ke dunia Islam.
Kini, dunia
pendidikan Islam yang tidak mampu membendung arus perusakan terencana itu telah
benar-benar porak-poranda. UIN, STAIN, IAIN telah bergeser perannya dari
sebagai pusat pengembangan kajian ke-Islam-an menjadi pusat liberalisasi dan
perusakan nilai-nilai yang justru sangat prinsip dalam Islam. Para
mahasiswa yang menimba ilmu di dalamnya justru menjadi perusak Islam yang
gigih.
Dari IAIN
Surabaya, pernah terjadi kasus yang
sangat menghebohkan. Ketika seorang Dosen bernama Sulhawi Ruba, 51 tahun, pada
5 Mei 2006, secara sengaja menginjak-injak lafal “Allah” yang ditulisnya
sendiri dari secarik kertas. Ia menerangkan bahwa posisi Al-Qur’an hanya
sebagai hasil budaya manusia. Dari IAIN Bandung, pernah muncul kasus sejumlah
mahasiswa yang membuat teriakan yang menghebohkan, “Selamat datang di area
bebas tuhan”, “Mari berzdikir dengan lafal “Anjinglu Akbar’”. Ketika sejumlah
dosen dan para ulama memprotes hal itu, pimpinan kampus justru membela aksi
tersebut.
Lebih dari
itu, sudah lumrah terdengar bahwa penolakan terhadap Perda Syari’ah justru
banyak datang dari berbagai perguruan tinggi Islam, termasuk wilayah yang
tradisi dan budaya islamnya sangat kental, seperti di Madura. Pada tanggal
21-22 Mei 2009, misalnya, secara-berturut-turut para Fungsionaris Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi di Madura menggelar kongres yang
menolak pemberlakuan perda syari’ah Islam di Madura. Kongres di selenggarakan
di STAIN Pamekasan, kemudian mereka menggelar orasi ilmiah di monumen Arek
Lancor. Meski untung kemudian kongres tersebut mendapat protes dan perlawanan
dari sejumkah aktivis perguruan tinggi lain di Madura.
Dengan
demikian sudah dapat disimpulkan, bahwa kerusakan ilmu-ilmu, pemikiran dan
pemahaman Islam di berbagai perguruan tinggi Islam telah benar-benar marata.
Agaknya, pemikiran seperti inilah yang diagendakan dan dijalankan secara intern
oleh musuh-musuh Islam yang rupanya saat ini telah tercapai, sebagaimana
pernyataan ketua misionaris Jerussalam, Samuel Zwemmer, “Misi utama kita sebagai orang Kristen bukan menghancurkan kaum muslimin, namun mengeluarkan orang muslim dari
Islam agar mereka menjadi orang muslim tak ber-akhlak”
Hal ini
kiranya telah tampak menyajikan satu arus pandangan bahwa, umat Islam harus
menjalani kehidupan dengan mengikuti rel dan rambu-rambu yang telah ditetapkan
oleh Sang Pencipta kehidupan. Umat Islam dituntut untuk menemukan jawaban pasti
terhadap kesimpang-siuran pendidikan Islam, kerancuan dan kerusakan ilmu yang
telah terjadi.
Mereka, umat Islam
mesti memahami rel dan rambu-rambu kehidupan yang lurus dan benar, yang sejalan
dengan target-target sebenarnya, yakni mendapatkan kebaikan fiddunya wal akhirat. Mereka harus
memahami Islam secara utuh. Pendidikan Islam harus dipelajari secara
sungguh-sungguh dengan perencanaan yang matang. Sebab, jika tidak demikian,
maka yang akan dihasilkan bisa jadi adalah pemahaman parsial yang timpang dan
tidak mempresentasikan Islam secara kaffah.
Pendidikan Islam
harus sebangun dengan ajaran-ajaran prinsip dalam Islam, dan selaras dengan ilmu-ilmu
ke-islam-an yang diajarkan untuk memahami hakikat Islam itu sendiri. Maka umat Islam
dituntut untuk terus melakukan kajian dan pengembangan secara kontinyu, dengan
berpijak pada prinsip-prinsip yang baku. Seberapapun jauhnya melangkah, sesuai
dengan ajaran Islam yang kokoh, mereka tetap tidak akan lepas dari frame dan
meanstreamnya.
Di samping
dapat membangun dan mengembangkan peradaban Islam sesuai dengan agama wahyu
yang paling otentik, yakni agama Islam, dengan demikian umat Islam juga akan
mampu membendung dan bahkan memberangus berbagai pandangan dan pemikiran,
konsep-konsep dan nilai-nilai yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.
Oleh
karenanya, bangun dari kegelapan dan keterpurukan adalah keniscayaan. Jangan
biarkan Islam menjadi agama yang tertindas oleh orang-orang barat. Buka kedok
kaum munafik yang mengaku beragama Islam namun mengajarkan Islam di luar konsep
yang telah ditetapkan oleh Sang Pembuat Undang-Undang Hukum Islam. Bentuklah
pendidikan yang bermoral, berakhlakul karimah, dengan memiliki kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, berfikir maju,
bertindak bijak dan berhati mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar