Rabu, 24 Agustus 2016

SE PENTING NULES “Suatu Upaya Menjadi Santri yang Tertulis”

SE PENTING NULES
“Suatu Upaya Menjadi Santri yang Tertulis”

Menulis tidak lantas menjadikan kita meninggalkan kitab-kitab salaf yang sudah tertulis. Justru dengan menulis kita akan mengenalkan kitab-kitab itu kepada mereka yang memang ‘tertakdir’ tidak mempunyai waktu untuk mendalami dan mengkaji dari apa yang di dalam tertulis. Karena pada kenyataannya, kitab-kitab kuning dengan gramatika arab yang luar biasa kompleksnya, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mampu hanya sekedar bisa membacanya, apalagi memahami isi yang tertuang di dalamnya. 
Bagi kalangan santri, hal semacam ini adalah wajar dan memang kewajibannya. Karena santrilah yang harus mampu membaca, mengkaji dan memdalami kitab-kitab kuning sebagai sumber paling otentik dalam memahami Islam dan ajarannya. Masalahnya, mereka yang tidak pernah nyantri, untuk mempelajari ajaran Islam akan mencari sumber instan yang dengan mudah mereka pahami tanpa harus berlama-lama, bertatih belajar membaca, lalu mengkaji isi dan apalagi mendalaminya. 
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Abdulloh Al-Haddad, “Sudah seharusnya Ulama’ mencermati orang yang datang kepadanya untuk menuntut ilmu. Jika dia memiliki banyak waktu dan mampu mendalami ilmu agama, maka suruhlah dia membaca kitab-kitab Ulama. Tapi jika yang datang adalah orang awam yang ingin mempelajari ilmu yang wajib baginya, maka sampaikanlah ilmu-ilmu wajib itu secara ringkas sampai Ia faham. Jangan diperpanjang dengan membacakan kitab-kitab yang mungkin sulit dia faham dan tidak terlalu dia butuhkan. Sebab, ilmu agama yang dibutuhkan oleh orang awam sebetulnya tidak banyak”. 
Sebagai santri, menulis tidak harus bersumber dari buku-buku ilmiah karangan Doktor professor. Tidak salah memang, tapi merujuk pada kitab-kitab salaf yang biasa dipelajari di bangku madrasah, adalah jauh lebih baik sebagai pengejawantahan dari apa yang setiap hari dipelajari. Selain sebagai “muthola’ah” diri, juga hasil dari tulisan itu bisa dipublikasikan kepada mereka yang tidak pernah belajar kitab-kitab ini. Dengan ini, kita sudah menyampaikan ilmu-ilmu agama kepada mereka yang tidak pernah nyantri.
Namun apabila santri juga mengambil hal instan dalam mempelajari agama, dengan merujuk pada terjemahan dan rangkuman yang sudah ada, tanpa mau belajar membaca kitab-kitab kuning dan mengkajinya, lantas apa bedanya yang santri dengan mereka diluarnya? Disinilah tantangannya, santri harus mampu membaca, mengkaji dan mendalami kitab-kitab salaf dan menyampaikan kepada mereka yang memang tidak bisa dan tidak ada waktu mempelajarinya.
Hemat penulis, menulis sama sekali tidaklah sulit. Rujukan terbaik adalah kitab yang sudah dipelajari setiap hari. Diterjemah dan diolah agar mudah dipahami. Tidak usah memaksa dengan bahasa popular yang hebat, karena yang terpenting dalam tulisan adalah mudah difahami dan dimengerti oleh pembaca dengan ilmu dan manfaat yang akan diperoleh darinya. Namun untuk bisa menulis, harus ada ilmu yang akan dituangkan dalam bentuk tulisan ini. Disinilah santri dituntut untuk memperkaya keilmuannya dengan sering membaca. Terutama membaca kitab-kitab kuning untuk direalisasikan dalam bentuk tulisan yang mudah dibaca.
Menulislah, maka akan tertulis. Namun sebelumnya, membacalah, maka akan ada hal yang akan kita tulis. Begitulah Ulama-Ulama terdahulu, dengan seabrek karya monumental yang meski tidak pernah dirilis dalam media, namun terkenang dengan manfaat yang tiada banding oleh penulis-penulis masa kini dan selamanya. Dengan tulus ikhlas dan kepasrahan pada Sang Kuasa. Semoga Alloh SWT. Memberkati dan meridhoi segala apa kita kerja.

Senin, 22 Agustus 2016

TANTANGAN ZAMAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN


TANTANGAN ZAMAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN



Mengutip kalam hikmah Sayyidina Ali bin Abi Tholib RA.;
عَلِّمُوْا أَوْلَادَكُمْ غَيْرَ مَا عُلِّمْتُمْ فَإِنَّهُمْ خُلِقُوْا لِزَمَانٍ غَيْرُ زَمَانِكُمْ
Artinya; “Didiklah anak-anak kalian dengan selain apa yang telah diajarkan pada kalian, karena mereka tercipta untuk zaman yang berbeda dengan zaman kalian.
Atsar ini memberikan suatu bekal kepada para pemuda sebagai generasi masa depan. Bahwa mereka harus mampu menghadapi segala keadaan zaman yang dari masa ke masa akan terus mengalami perubahan, bahkan dengan perubahan yang begitu kompleks, baik dalam kehidupan keluarga, sosial budaya maupun dalam kehidupan beragama.
Diakui atau tidak, pemuda sekarang sudah memberikan banyak kebebasan yang dipengaruhi oleh faktor dari luar dan ini tidak akan pernah bisa dibendung. Para pemuda senantiasa dipengaruhi oleh perkembangan IPTEKS (baca: Ilmu, Teknologi dan Seni) dengan akselerasi laju yang luar biasa, yang menyebabkan terjadinya "ledakan informasi".
Dari sini, jelas bahwa pemuda harus dididik dengan pendidikan yang mampu menghadapkan mereka pada perubahan yang lebih baik, mengantarkan mereka menjadi pemuda yang tangguh memegang sendi-sendi agama dan moral etika Disinilah peran pendidikan sangat menentukan, bahwa pendidikan adalah satu-satunya penentu nasib dan masa depan mereka.
Namun pada kenyataannya, pendidikan dewasa ini sarat bermasalah, mulai dari kualitas lulusan, proses pengajaran, metode, guru, sarana, sampai ke kebijakan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem pendidikan sehingga perlu ada upaya memperbaikinya. Bukan hanya pendidikan Nasional dalam kepemerintahan, bahkan sistem pendidikan di beberapa pesantrenpun banyak dipertanyakan hasil outputnya.
Kenyataan ini mengharuskan adanya suatu pembaharuan (tajdid) sebagai satu upaya memperbaiki dan menyempurnakan sistem pendidikan. Selain itu, pembaharuan dalam pendidikan juga diupayakan agar dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas pendidikan menurut ukurannya. Ukuran tersebut berupa norma, tujuan yang dicita-citakan, kegunaannya secara praktis dalam hidup bermasyarakat, nilainya dalam mengembangkan harkat manusia seutuhnya dan mutu kehidupannya, atau norma-norma lain yang diterima oleh masyarakat.
Terlepas dari semua ini, kalian --santri-- harus memperbaharui pribadi sendiri, menggali jati diri dengan memperbaiki sistem pendidikan dalam hati. Bahwa pendidikan sejatinya dikembalikan pada masing-masing diri. Instropeksi tanpa harus menunggu orang lain untuk memperbaiki. Teruslah berjuang, mengkaji ilmu dan menata hati, berkreasi dengan berbagai inovasi, tanpa harus melanggar aturan dan undang-undang yang sudah pasti. La Haula Wa La Quwwata Illa Billahil ’Aliyyil ’Adzim.

Minggu, 21 Agustus 2016

RAHASIA DIBALIK KEAJAIBAN SHOLAT DHUHA


RAHASIA DIBALIK KEAJAIBAN SHOLAT DHUHA


Sholat Dhuha merupakan salah satu sholat sunnah muakkad yang pelaksanaannya dilakukan pada awal siang hari ketika matahari sepenggalan naik (seukuran satu tombak) sampai zawalu asy-syams (tergelincirnya matahari). Sehubungan dengan pelaksanaan sholat dhuha ini, Kyai sangat mewanti-wanti para santri untuk tetap istiqomah dan berkesinambunagn dalam melaksanakannya. Menurut Beliau, santri yang tidak melaksanankannya bukanlah santri sejati. Bahkan Beliau menganggap pelit bagi yang melaksanakan hanya dua rakaat saja. Lantas apa sebenarnya rahasia yang terkandung di balik ibadah sholat dhuha? Pun apa keistimewaan waktu sepenngalan naik tersebut?
Di dalam al-Qur’an Alloh SWT. bersumpah atas nama waktu dhuha, “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari” (QS. Asy-Syams 91 : 01). Bahkan waktu dhuha juga dijadikan sebagai salah satu nama surah pada urutan ke-93 di dalam al-Qur’an yang itupun juga menggunakan sumpah ,Wadh-Dhuha, “Demi waktu matahari sepenggalan naik”.  (QS. Adh-Dhuha 93 : 01).
Setiap sesuatu yang Alloh SWT. bersumpah dengannya, menunjukkan keagungan dan kebesaran manfaatnya. Tidak terkecuali dengan waktu dhuha, waktu dimana Alloh SWT. sedang membagi-bagikan rezeki dan anugerah-Nya kepada semua makhluk di dunia. Waktu yang Nur Ilahi memancarkan fadhilah dan keagungan bagi insan yang mau membuka hati menerima karunia-Nya. Dengan Nur Ilahi yang menerangi hati setiap hamba, waktu dhuha memiliki hubungan erat dengan kelapangan hidup mereka. Dengan aura Nur Ilahi yang mengiringi segala aktifitas ekonomi, waktu dhuha memiliki kaitan yang begitu kuat dengan keluasan dan keberkahan rezeki.
Dalam doa Rasulullah, yang artinya, ''Ya Allah, berilah keberkahan kepada umatku di waktu pagi.'' ini menunjukkan bahwa barangsipa yang aktif bangun di waktu pagi (waktu subuh dan dhuha) untuk beribadah kepada Allah SWT., Ia akan mendapatkan keberkahan dalam setiap aktifitasnya. Sebaliknya, mereka yang hanya terlena dalam buaian mimpi tanpa mau bermunajat kepada Allah SWT. untuk mendapat keberkahan waktu pagi,  maka mereka tidak akan pernah mendapatkan bagian dalam keberkahan itu.
Lebih dari itu, Rasulullah SAW. menjelaskan lebih detail tentang keutamaan sholat dhuha tersebut. Diceritakan dari Abu Darda’ RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Barang siapa yang melaksanakan sholat dhuha dua rakaat, maka Ia tidak akan dicatat sebagai orang yang lupa. Barang siapa yang melaksanakannya empat rakaat, maka Ia akan dicatat sebagai ‘abid (hamba). Barang siapa yang melaksanakannya enam rakaat, maka Ia akan dicukupkan pada hari itu. Barang siapa yang melaksanakannya delapan rakaat, maka Ia akan dicatat sebagai orang yang menetap (dalam ketaatan). Dan barang siapa yang melakasanakannya dua belas rakaat, maka Alloh akan membangunkan untuknya sebuah rumah disurga. Tidak ada suatu hari dan malam kecuali terdapat pemberian Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya...” (HR. Ath-Tabrani)
Dalam riwayat lain yang juga dari Abu Darda’ RA. dijelaskan bahwa Rasulullah bersabda, “Alloh SWT. berkata, ‘Wahai Anak Adam, sholatlah untuk-Ku empat rakaat di awal siang hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhannya di sore hari’” (HR. At-Turmudzi). Dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Barang siapa yang melaksanakan sholat dhuha dengan langgeng, maka Alloh akan mengampuni dosa-dosanya sekalipun sebesar buih di lautan” (HR. Ath-Tabrani)
Demikian diantara beberapa keutamaan yang terkandung di dalam sholat dhuha. Sholat ini begitu lekat dengan ibadah ritual pembuka untuk menjemput rezeki. Sebagaimana yang tersurat dalam doa setelah pelaksanaan sholat dhuha, seoang hamba bermunajat agar dimudahkan, disucikan, diluaskan dan diberkahi dalam setiap rezeki yang Alloh SWT. limpahkan. Namun yang terpenting adalah, keutamaan sholat dhuha bukanlah karena ada hubungan dengan mencari rezeki seperti yang banyak dipersepsikan, melainkan ia menjadi utama karena sumpah Alloh SWT. dalam al-Qur’an. Maka, sungguh bahagia orang-orang beriman yang memulai waktu paginya dengan shalat Subuh berjamaah di masjid, lalu dilanjutkan dengan shalat Dhuha.
Akhirnya, mudah-mudahan kita termasuk bana Allahu lahu baitan fi al-jannah yang bisa melaksanakan sholat dhuha dengan istiqomah dan diterima oleh Allah SWT. dan termasuk dalam “Orang yang mendapatkan tunangan cantik” sebagaiama doa Kyai kepada santri yang aktif melaksanakannya. Amin.
Wallahu A’lam.

Kamis, 18 Agustus 2016

ANTARA OTAK AMERIKA DENGAN HATI KA'BAN

ANTARA OTAK AMERIKA
DENGAN HATI KA'BAN

Oleh : Nurul Absor

Otak boleh Amerika, tapi hati tetap Ka’bah. Demikian ungkapan salah seorang tokoh kharismatik ulama' pesantren sebagai motivasi bagi santrinya dalam menghadapi tantangan zaman. Suatu ungkapan singkat namun mengandung makna yang mendalam. Pandangan luas menuju masa depan gemilang. Ada apa dengan “Otak Amerika”? Pun bagaiaman dengan "Hati Ka’bah"?
Diakui atau tidak, Amerika (dan orang-orang Eropa yang selanjutnya di sebut dengan Orang Barat) dengan kecanggihan tekhnologinya telah berhasil menguasai media massa dan arus informasi dunia. Bahkan sepak terjang mereka mampu menguasai sistem, teknik dan media informasi yang tersebar luas dan menjangkau seluruh belahan dunia. Keadan yang seperti ini tentu membuktikan betapa mereka tengah menguasai dunia. Dan hal ini pula menunjukkan betapa mereka lebih tinggi intelektualitasnya dibandingkan kita. Inilah yang kemudian harus kita kuasai, memiliki intelektualitas tinggi sehingga mampu menguasai dunia.
Disamping itu, penguasaan tekhnologi dan intelektualitas yang tinggi tidak serta merta menjadikan kita liberal, sekuler atau apalah segala bentuk penyimpangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang Barat bahkan kebutaan mereka terhadap agama. Hati sebagai kontrol setiap perbuatan harus tetap dalam keimanan yang suci dan keislaman yang sejati berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunah Nabi, berakhlak mulia dengan meneladani Ulama Salaf as-Sholih sehingga kita tidak hanya mampu berjalan pada garis edar namun  juga bisa menemukan pusat orbit sebagai tujuan utama hidup dalam kehidupan ini.  Inilah yang kemudian disebut dengan Otak Amerika tapi Hati Ka’bah.
Namun selanjutnya timbul suatu pertanyaan, sudahkah kita seperti yang diharapkan ulama tersebut? Memiliki kecerdasan seperti “Otak Amerika” dan ber”Hati Mulia” layaknya Ka’bah? Atau sebatas Otak Amerika tanpa Ketulusan Hati? Atau bahkan tidak sama sekali? Otak kosong, hatipu hampa?
Kita lihat dalam Pendidikan Ammiah. Tidak sedikit lulusan SD yang belum bisa membaca. Jebolan SMP, perkalian hanyalah hal tabu yang sulit dicerna. Pun begitu di SMA, Fisika adalah mata pelajaran yang membosankan dan menakutkan. Inikah “Otak Amerika” yang siswa SD-nya saja sudah lebih dari sekedar penguasaan komputer?
Selanjutnya dalam Pendidikan Diniyah. Berbagai kitab hatam tanpa mengetahui isinya, berlalu layaknya hembusan angin. Pengamalan dari berbagai kitab mulai dari Nahwu, Fiqih bahkan Ilmu Akhlah hampa. Akibatnya moralitas pun menurun, pelanggaran tak terkontrol, santripun tidak mencerminkan kesantriannya, semuanya rusak, lagi-lagi zaman yang harus disalahkan. Inikah hati Ka’bah yang sejati dirindukan setiap manusia diseluruh dunia?
Balancing antara otak dan hati merupakan yang sangat urgen, terutama dalam menjalani kehidupan di zaman yang penuh dengan tantangan ini. Penguasaan IPTEK adalah tuntutan zaman namun harus tetap dalam kekuatan iman.